Istilah green economy alias ekonomi hijau sedang hangat-hangatnya dibahas di manapun. Itu karena banyak negara-negara di dunia mulai serius memperhatikan lingkungan. Kelestarian alam jangan sampai rusak akibat ekonomi yang kotor.

Maka jangan heran bila produk-produk yang ramah lingkungan belakangan mulai diminati di pasaran. Mobil listrik salah satunya. Berbagai produsen mulai serius mengembangkan mobil listrik lantaran permintaan pasar yang meningkat.

Itu baru satu contoh. Masih banyak produk lain yang mulai dilirik lantaran dinilai lebih ramah lingkungan. Termasuk QRIS, yang terbukti sukses dalam menekan penggunaan uang tunai.

Melansir situs resmi Kemenkop UKM, kini semua negara di dunia memasuki masa transisi menuju ekonomi hijau. Diasumsikan, ekonomi hijau dapat membuka peluang usaha hingga setara USD 10 triliun, dengan lapangan kerja baru yang dapat dibuka mencapai 395 juta pada 2030 mendatang.

Tantangan dan peluang ini harus ditangkap dengan baik oleh pelaku usaha. Ekonomi hijau bisa diadaptasikan pada bisnis yang dijalankan. Bisa dimulai dari tahap produksi, manajemen usaha, atau bahkan produk yang dihasilkan itu sendiri.

Data dari Bank Indonesia dapat memberikan gambaran. Hingga Mei 2022 lalu, merchant yang mulai menggunakan QRIS sudah tembus 18,7 juta pengguna. Tak hanya usaha kelas menengah atas, UMKM juga mulai memanfaatkan fasilitas pembayaran digital yang diklaim lebih ramah lingkungan ini.

Toh, saat ini, semua produk yang diberi embel-embel green atau hijau, mendapat tempat tersendiri di hari masyarakat. Sehingga, adaptasi dengan ekonomi hijau akan membuka pasar yang lebih luas bagi pelaku usaha.

Lantas, mengapa tidak mulai mencoba?