Penerapan pajak karbon di Indonesia masih terus dikaji oleh pemerintah. Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI sempat memasang target pajak karbon mulai bisa diterapkan terhitung 1 Juli 2022. Namun hingga HUT ke-77 kemerdekaan RI, penerapan kebijakan tersebut masih terus dikaji oleh pemerintah.

Melansir tempo.co, 21 Agustus 2022, Kemenkeu RI memilih menunda penerapan pajak karbon lantaran masih mematangkan peraturan pendukung dari kebijakan tersebut. Lantas, apa yang perlu disiapkan para pelaku usaha atas rencana pemerintah ini?

Penjelasan mengenai pajak karbon tertuang dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam pasal 13 ayat 1 UU tersebut, dijelaskan bahwa pajak karbon dikenakan terhadap emisi karbon yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Jenis pajak ini bisa dikenakan pada penggunaan bahan bakar fosil semisal bensin, gas, avtur, dan lainnya.

Masih melansir tempo.co, besaran pajak karbon dapat dikalkulasi melalui belanja barang yang mengandung karbon maupun aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Yang perlu diperhatikan pelaku usaha, besaran pajak karbon ditetapkan terendah senilai Rp 30 per kilogram. Angka tersebut mengacu pada pasal 13 UU HPP. Angka ini lebih rendah dari penetapan sebelumnya senilai Rp 75 per kilogram. Penerapan pajak karbon di angka Rp 30 per kilogram juga telah mempertimbangkan besaran tarif di pasar karbon.

Pelaku usaha perlu bersiap lantaran kebijakan pajak karbon ini rencananya akan diterapkan secara bertahap mulai 2025 mendatang. Namun, pemerintah mengisyaratkan bahwa penerapan pajak karbon ke sektor industri lain juga akan mempertimbangkan kesiapan di berbagai sektor industri. Yang pasti, pajak ini terlebih dahulu akan dikenakan pada PLTU batu bara, mulai 2022 hingga 2024.