Pemerintah Indonesia diketahui resmi menaikkan harga berbagai jenis bahan bakar minyak (BBM), terhitung awal September 2022. Kebijakan tersebut berpengaruh terhadap berbagai jenis sektor ekonomi. Tanpa terkecuali sektor logistik. Pasalnya, banyak kendaraan logistik yang menggunakan BBM bersubsidi seperti solar atau pertalite.

Melansir Kontan, 30 Agustus 2022, ongkos BBM menempati porsi 40 hingga 50 persen dari total biaya transportasi di sektor logistik. Secara otomatis, kenaikan BBM bakal berpengaruh terhadap peningkatan biaya operasional para penyedia jasa logistik.

Tiga Tahapan Logistik

Secara sederhana, terdapat tiga tahapan dalam sektor logistik. Mulai dari first mile, mid mile dan terakhir last mile. Tahapan first mile dapat diartikan sebagai aktivitas pengantaran bahan baku atau produk setengah jadi menuju pabrik.

Tahap berikutnya yaitu mid mile. Pada tahapan ini, produk yang sudah jadi dikirimkan dari pabrik menuju jalur distribusi termasuk pergudangan. Di tahapan first mile dan mid mile, banyak kendaraan angkutan logistik yang menggunakan BBM jenis solar.

Tahap terakhir yakni last mile. Di sini, barang diantarkan langsung menuju ke konsumen. Di tahap ini, umumnya kendaraan logistik yang digunakan berbahan bakar pertalite. Namun, juga ada yang menggunakan solar.

Semakin jauh pengiriman, otomatis biaya BBM juga membengkak. Pada akhirnya, total biaya transportasi yang harus ditanggung perusahaan penyedia jasa logistik menjadi naik.

Masih melansir Kontan, Asosiasi Logistik Indonesia menyatakan bahwa para pelaku usaha jasa logistik hanya mampu mentoleransi kenaikan harga BBM sebanyak 10 persen. Di atas itu, biaya terkait ikut terkerek, yang ujung-ujungnya mempengaruhi total ongkos pengantaran barang.